Presiden Joko
Widodo menandatangani Peraturan Presiden RI Nomor 101 tahun 2022 tentang
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak.
Perpres yang
ditetapkan pada 15 Juli 2022 itu, dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa
jumlah kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia masih tinggi sehingga perlu
optimalisasi peran pemerintah.
Apalagi,
peraturan perundangan yang berkaitan dengan penghapusan kekerasan terhadap anak
belum optimal dalam memberikan pencegahan dan penanganan, sehingga diperlukan
strategi nasional.
"Strategi
Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA) dimaksudkan sebagai
acuan bagi kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pencegahan dan penanganan
kekerasan terhadap anak," demikian disebutkan dalam Pasal 3 Perpres 101
tahun 2022 seperti dilihat di laman Kementerian Sekretariat Negara di Jakarta,
Senin (18/7/2022).
Dalam pasal 5
disebutkan, arah kebijakan dan strategi penghapusan kekerasan terhadap anak
terdiri atas:
a. penyediaan kebijakan, pelaksanaan regulasi, dan penegakan hukum;
b. penguatan norma dan nilai anti kekerasan;
c. penciptaan lingkungan yang aman dari kekerasan;
d. peningkatan kualitas pengasuhan dan ketersediaan dukungan bagi orang
tua/pengasuh;
e. pemberdayaan ekonomi keluarga rentan;
f. ketersediaan dan akses layanan terintegrasi; dan
g. pendidikan kecakapan hidup untuk ketahanan diri anak.
Pada pasal 8,
disebutkan pendanaan pelaksanaan Stranas PKTA bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau
c. sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemerintah
menyebut, berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR)
tahun 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 17 anak laki-laki dan 1 dari 11 anak
perempuan pernah mengalami kekerasan seksual.
Sementara 1
dari 2 anak laki-laki dan 3 dari 5 anak perempuan pernah mengalami kekerasan
psikis langsung.
Selanjutnya,
14 dari 100 anak laki-laki dan 13 dari 100 anak perempuan pernah mengalami
kekerasan psikis tidak langsung melalui daring (cyberbullying) serta 1 dari 3
anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami kekerasan fisik.
Dapat
disimpulkan bahwa 2 dari 3 anak perempuan dan anak laki-laki di Indonesia
pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya.
Bahkan,
umumnya kekerasan yang dialami oleh anak cenderung diterima lebih dari 1 jenis
kekerasan.
Berdasarkan
laporan dari anak yang pernah mengalami kekerasan, pelaku kekerasan adalah
orang terdekat, teman sebaya, dan orang dewasa yang dikenal.
Ketidaksiapan
atas penyediaan layanan perlindungan anak, berdampak pada anak korban kekerasan
sulit mendapatkan bantuan dan pendampingan yang tepat.
Akibatnya,
kekerasan masih sering tersembunyi atau tidak terlaporkan sehingga sulit
untuk dicegah, ditangani secara efektif, dan diatasi dampak jangka panjangnya.
0 Response to "JOKOWI TEKEN PERPRES STRATEGI NASIONAL PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP ANAK"
Posting Komentar