Ukraina dan Rusia, Kehangatan Negeri Slavik untuk Jokowi



Kunjungan kenegaraan yang dilakukan oleh Jokowi dan Ibu Iriana mendapatkan apresiasi dari banyak pihak baik nasional maupun internasional. Kunjungan tersebut membawa misi perdamaian bagi Rusia dan Ukraina.

Kedatangan Jokowi ke Rusia dan Ukraina merupakan sejarah penting karena Jokowi diterima secara terbuka oleh Rusia dan Ukraina yang sebagaimana kita ketahui sedang berperang.

"Ini sejarah, di mana belum ada pemimpin negara di dunia yang bisa diterima secara terbuka oleh dua negara yang sedang berperang, yakni Rusia dan Ukraina, selain Jokowi," tegasnya dilansir dari Republikasi, Minggu, 3 Juli 2022.

Ia menambahkan, Jokowi berhasil mencetak sejarah sebagai menjadi satu-satunya yang membawa Ibu Negara saat menjalankan misi negara. Dia menyebut, tidak ada pemimpin negara yang bisa masuk ke Ukraina dengan membawa Ibu Negara, termasuk turut memberikan sumbangan kemanusiaan.

Kehangatan yang ada sejak zaman Indonesia-Uni Soviet

Alasan di balik sikap hangat antara Ukraina dan Rusia terhadap Indonesia di samping fakta bahwa ke dua belah pihak sedang dalam keadaan berperang, tidak dapat terpisahkan dari sejarah diplomatik antara Indonesa dengan Uni Soviet pada masa pemerintahan Bung Karno.

Pada awal berdirinya Indonesia, Uni Soviet merupakan salah satu negara yang menyambut baik lahirnya Indonesia sebagai negara merdeka dan Uni Soviet mengecam segala bentuk kolonialisme. Tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan RI mengharapkan dukungan dan bantuan dari Uni Soviet. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Uni Soviet berkali-kali mengangkat masalah Indonesia dan menuntut PBB untuk menghentikan agresi militer Belanda, serta menghimbau dunia internasional untuk mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka.

Selain Uni Soviet, Ukraina juga memiliki peran diplomatik pada masa awal berdirinya Indonesia. Hal ini dapat dilihat dengan dikirimnya delegasi-delegasi Ukraina yang dikirim untuk mendukung Indonesia di PBB. Ukraina, ketika itu masih Republik Soviet Sosialis Ukraina, menjadi negara pertama yang mengusulkan kemerdekaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB.

Di masa itu, Indonesia membutuhkan dukungan minimal satu anggota PBB agar membahas permasalahan RI di Dewan Keamanan. Pada 1946, Ketua Utusan Republik Soviet Sosialis Ukraina, Dmitry Zakarovych Manuilsky, untuk pertama kali mengajukan masalah RI ke DK PBB. Dalam usulannya, ia menuliskan situasi di Indonesia bisa membahayakan perdamaian dan keamanan dunia.

Di setiap sidang soal Indonesia, Manuilsky bersikeras bahwa RI dalam bahaya sehingga PBB harus turut intervensi. Sejak saat itu masalah Indonesia-Belanda menjadi sengketa internasional.

Hubungan Diplomatik dengan Ukraina Pasca Runtuhnya Uni Soviet

Pengakuan Indonesia terhadap Ukraina pun tercatat pada 28 Desember 1991. Selanjutnya pada 6 Juni 1992 di Moskwa, Indonesia dan Ukraina menandatangani komunike bersama dalam pendirian hubungan diplomatik. Indonesia membuka kedutaan akbarnya di Kiev tahun 1994, sementara Ukraina membuka kedutaannya di Jakarta tahun 1996.

Kunjungan Presiden Ukraina ke Indonesia terjadi pada tahun 1996 saat Presiden Leonid Kuchma bertemu dengan Presiden Soeharto. Adapun  Kunjungan terakhir Presiden Ukraina ke Indonesia tercatat pada tahun 2016 lalu. Saat itu Presiden Ukraina Petro Poroshenko bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Sempat disebutkan jika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berencana akan mengunjungi Indonesia pada tahun 2022.

Hubungan Indonesia dengan Rusia Pasca Uni Soviet Runtuh

Pada tanggal 28 Desember 1991 melalui surat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Ali Alatas yang ditujukan kepada Menteri Luar Negeri Andrei Vladimirovich Kozyrev, Pemerintah Indonesia mengakui secara resmi Federasi Rusia sebagai “pengganti sah” (legal successor) Uni Soviet.

Memasuki tahun 1990-an hubungan kedua negara mulai menunjukan peningkatan baik di bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi dan perdagangan. 

Pada tahun 1991 Deputi Perdana Menteri Yury Maslyukov melakukan kunjungan ke Indonesia. Pada tahun 1997 Menteri Koordinator Bidang Keuangan, Ekonomi dan Industri Ginanjar Kartasasmita dan Menteri Negara Riset dan Teknologi B.J. Habibie berkunjung ke Rusia. Sementara itu, kerjasama antara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia semakin erat yang didasarkan pada Protokol Konsultasi Bersama yang ditandatangani pada tahun 1988. 

Menteri Luar Negeri kedua negara sering melakukan pertemuan dalam berbagai kegiatan, seperti pada saat Sidang Umum PBB atau dalam pertemuan-pertemuan organisasi internasional lainnya.

Keinginan kedua negara untuk lebih meningkatkan hubungan dan persahabatan tercermin dengan adanya keinginan untuk memperbaharui Pernyataan mengenai Dasar-dasar Hubungan Persahabatan dan Kerjasama antara Indonesia dengan Uni Republik-republik Soviet Sosialis yang ditandatangani Presiden Soeharto dan Presiden Mikhail Gorbachev pada tanggal 11 September 1989. Suatu rancangan deklarasi telah dipersiapkan untuk ditandatangani pada saat kunjungan Presiden Boris Yeltsin ke Indonesia pada tahun 1997, namun kunjungan tersebut tidak terlaksana.

Di penghujung abad XX, tepatnya pada tahun 1997-1998 kedua negara menghadapi masalah dalam negeri sebagai dampak dari krisis ekonomi.

0 Response to " Ukraina dan Rusia, Kehangatan Negeri Slavik untuk Jokowi "

Posting Komentar